Rabu, 10 November 2010

Konsultasi psikolog

 
 

Konsultasi Psikologi

Beda Gairah, di Luar Makin Parah
Ibu, saya suami yang menikah empat tahun lalu. Pada awal pernikahan, semua berlangsung biasa saja. Hanya persoalan seks yang selalu mengganjal hubungan kami. Minat seks istri turun drastis. Padahal, saya semakin “kencang,” sampai bisa mengalahkan istri tiga ronde dalam satu kali permainan. Istri sebaliknya, jadi tambah dingin. Sebab, dia sering takut hamil, apalagi membayangkan sakitnya pengguguran (saat pacaran, kami sudah melakukan hubungan seks dan tiga kali menggugurkan kandungan).
Terus terang Bu, nafsu saya besar, dan nafsu ini mengalahkan akal sehat. Tetapi, istri dingin. Gaya yang dimiliki istri hanya satu saja. Saya jadi bosan dan akhirnya mau pergi diajak teman-teman ke WTS (wanita tunasusila). Sejak saat itu, saya jadi pelanggan tetap. Di sana, saya dapat melakukan apa saja dan akhirnya ketahuan istri. Dia sampai histeris dan mengancam mau bunuh diri segala. Saya harus bersumpah untuk tidak ke WTS lagi. Tetapi, setelah itu, dia jadi semakin tidak suka, jijik (saya pernah terjangkit penyakit), dan semakin dingin saja. Seks dilakukan dengan hambar.
Saya pun kembali mencari kepuasan di luar, sekarang ke WTS kelas tinggi. Ini pun ketahuan juga, sampai istri minta cerai. Untuk sementara, saya benar-benar KO dan tidak main ke WTS lagi. Namun, istriku tidak pernah berubah. Dia dingin, jijik, hambar, dan tetap dengan satu gaya dalam berhubungan seks. Meskipun saya sudah berusaha meng-up grade dia dengan buku-buku tentang seks, ikut seminar, video biru, dan lain-lain, tidak ada kemajuan apa-apa. Dia pun tidak mau pergi ke psikolog atau psikiater.
Akhirnya, saya terlibat lebih parah lagi karena punya tiga “pacar” sekaligus. Sampai sekarang, saya masih berhasil mengatur jadwal sehingga tidak “bentrok.” Sukarnya, saya jadi jatuh cinta kepada salah seorang di antara ketiganya. Tiap ada kesempatan, kami kencan. Anehnya, tiga wanita itu, masing-masing, kenal baik dengan istri saya. Bu, salah seorang yang saya cintai pun tidak cocok dengan suaminya. Sedangkan kami merasa cocok sekali, baik pengetahuan, hasrat, keinginan, maupun cita-cita yang sama. Bu, saya khawatir karena affair ini bagai menyimpan bom yang dapat meledakkan empat keluarga sekaligus. Saya percaya, Ibu akan memberikan jalan terbaik bagiku. Saya ucapkan banyak terima kasih.
Kian, Malang
Cinta dan seks memang berkawan, tapi bisa pula jadi lawan bila tak ada jembatan komunikasi atau kompromi. Apalagi, semua sudah terjadi. Apalagi bila Beda persepsi. Apalagi bila ada tragedi. Terus?
Rasanya, ada yang perlu Anda pahami. Seks di benak istri Anda saat ini mungkin sudah penuh dengan coretan traumatis. Mungkin, seks sudah bukan manifestasi cinta kasih lagi, tapi sekadar kewajiban atau bahkan beban. Sedangkan bagi Anda, seks merupakan kebutuhan, bahkan kerap sudah menjadi kebutuhan yang tak dapat dikendalikan, agak punya konotasi impulsif (maaf).
Kenapa gairah istri Anda kian lama kian pudar? Itu berawal dari ketakutannya akan terjadi kehamilan. Mungkin, saat itu dia masih bergairah. Tapi, terpaan rasa takut hamil mengalahkan gairahnya dan membuat dia setengah hati melakukannya. Apalagi, ditambah rasa bersalah telah pernah melakukan aborsi tiga kali sebelum menikah (iyalah, bisa dipahami, apalagi bila dia manusia normal, pasti rasa bersalah tersebut bisa menyisakan parut di benaknya dan membuat dia agak sulit menerima seks sebagai kegiatan yang menyenangkan). Bagaimana seandainya Anda jadi dia, bisa dibayangkan? Semestinya, hal tersebut ditanggulangi dulu. Bagi perempuan, seks lebih intens melibatkan perasaan. Atau, perasaanlah yang lebih sering menggerakkan gairahnya.
Seks dimaknai lebih paripurna, bukan sekadar kebutuhan biologis. “Women experience sexual pleasure in many different ways: physically, emotionally, spiritually, and intellectually,” kata seorang ahli dalam buku koleksi The Boston Women’s Health Book. Mau tidak mau, lantaran Anda mengawini perempuan (bukan sesama laki-laki kan?), jadi hal-hal tersebut harus dikompromikan. Kendati tak dapat disangkal, intensitas hambatan mereka tak sama, sangat dipengaruhi persepsi, pengalaman seksual, dan kulturalnya. Tapi, sekali mereka bisa menemukan “kunci seksual” yang indah dan nyaman, mereka akan belajar untuk mengenyahkan hambatannya serta bisa merespons rangsang seksual sebagai sesuatu yang menyenangkan. Demikian ditulis Christine Webber, seorang psikoterapis.
Selanjutnya, tragedi perkawinan terjadi. Anda mulai berseks ria dengan para pelacur. Perasaannya pasti lebih terluka. Mungkin, dia memaafkan Anda. Tapi, gairah seksnya redup. Lantas, Anda malah berpetualang dengan memacari tiga perempuan sekaligus. Istri Anda terjerembab lebih dalam lagi. Gairahnya kian dingin. Anda bingung dan tak mengerti, kenapa istri kok tak mau berubah?
Coba Anda bayangkan berganti posisi, ketika Anda sedang berhubungan seks, lantas teringat istri Anda tengah melakukan dengan pria lain lantaran Anda tak dapat memenuhi selera seksualnya karena Anda membosankan. Mungkin, itulah yang terjadi pada istri Anda. Seks kian menjadi kegiatan tak menarik, penuh catatan traumatis.
Cobalah selesaikan masalah dasarnya atau lewat bantuan seorang ahli. Kalau tidak ada jalan keluar, ada baiknya dipikirkan pilihan terbaik bagi Anda berdua sebelum bom yang Anda pasang meletus duluan. (*)
Muhamad Fajar Rudin
Psikiater

Tidak ada komentar:

Posting Komentar